Sabtu, 24 Oktober 2009

Kasih makan hamsterku ya!

Rabu, 15 Juli 2009

Act One : Recruitment Of Warrior

< Back to Homepage

“SIAL! Aku terlambat!” Diki melompat dari kasur. Dengan tergesa-gesa Diki masuk ke dalam kamar mandi, untuk mandi. Lima menit kemudian ia keluar dari kamar mandi dan mulai memakai baju yang ada di atas kasur. Lalu, sejurus kemudian ia berlari ke luar rumah menuju lapangan barak Xian army sambil memakai sepatu.
Namanya adalah Diki. Biasa disebut Masterdiki. Sejak kecil ia selalu berharap untuk menjadi seorang prajurit perang untuk negerinya, Xian. Diki ingin sekali seperti ayahnya yang menjadi jendral perang pasukan Xian. Namun, semuanya hampir berantakan gara-gara ia terlambat bangun. Karena Diki terlalu memikirkan hari ini, semalaman ia tidak tidur. Ah, hampir terlambat. Lima menit lagi…
Diki sampai di depan administrator Barak. “Permisi, apa aku masih sempat untuk mengikuti rekrut pasukan ini?” tanyanya. Ia menoleh dan menjawab “Ah, Diki. Ya, tentu. Cepatlah! Sebentar lagi pelatihnya akan datang.” Diki mengangguk dan mulai mabur ke lapangan Barak. Keadaan di sana ramai sekali. Semuanya sibuk mempersiapkan segala sesuatu untuk pelatihan. Ada yang lompat-lompat kurang kerjaan, ada yang push-up, ada juga yang sedang berlatih dengan teman sebelahnya. Pokoknya ramai banget.
“Ah, permisi… apakah benar tempat ini merupakan tempat rekrut prajurit Xian?” Tanya seseorang. Dari senjata yang ia bawa, nampaknya ia seorang pemanah.
“Ya, kalau boleh tahu… kau seorang pemanah?”
“tentu! Kenalkan, namaku Zimi. Dikenal dengan MrZimi.” Kenalnya pada Diki.
“Namaku Diki. Dikenal dengan Masterdiki.” Kenal Diki padanya. Lalu, Mereka mendengar bel berbunyi. Tanda pelatih datang. “Zimi, bagaimana kalau kita ambil posisi di depan?” Tawar Diki. Ia menganguk.

* * *
Seorang lelaki paruh baya dengan baju Armor emas muncul di podium depan. Di punggungnya terselempang pedang dengan gagang berbentuk kepala naga. “Selamat datang di Rekruit Xian.” Itu yang ia ucapkan untuk menyambut kami. “Perkenalkan, namaku Ryon. Sering disebut Rizony the Bloody Tiger. Dari sini, aku akan mengawasi kalian. Selamat berjuang!” Lalu ia pergi digantikan oleh seorang prajurit. “Untuk para calon, diharapkan untuk pergi ke lapangan timur untuk testing. Terima kasih.”
“Hmm!! Aku tak sabar lagi! Aku harus lulus di test ini!” Teriak Diki bersemangat. “Tentu saja Diki, Kita berdua harus bisa lolos. Tapi ngomong-ngomong… senjatamu apa?”
“Heh?” Diki kebingungan lalu teringat sesuatu. Ia mengambil sesuatu di kantong celananya. “ini..” katanya sambil menunjukkan sebilah pisau.
“Pisau?”
“Iya… Pisau. Memangnya kenapa?”
“Diki, pisau itu senjata yang hampir tak dapat membunuh siapapun…”
“Tidak, kau salah. Pisau di tangan Swordman yang ahli bisa sangat mematikan, apalagi apabila ia seorang Trickmaster yang bisa menyerang jarak dekat dan jauh, pasti pisau ini mematikan sekali!”
“Memangnya kau mau jadi trickmaster?”
“Tidak…”
“Heh?” Zimi Kebingungan
“Aku ingin menjadi Swordman, namun aku ingat perkataan ayahku. Sebelum bisa memegang sebilah pedang, maka swordman harus berlatih menggunakan pisaunya.”
“O… Aku baru tahu…”
“Ah sudahlah. Kita harus ke lapangan. Nanti terlambat, bisa kena masalah. Ayo Cabut!” Kata Diki sambil menarik tangan Zimi.
Sesampainya di sana, mereka melihat lapangan untuk testing itu lebih mirip lembah kematian. Banyak dari calon terluka berat akibat tidak hati-hati dalam test ini. Banyak juga yang selamat namun gagal testing, dan ada juga yang berhasil.
“Ini… mengerikan…” Zimi ketakutan.
Diki menelan ludahnya. Mulailah keringat dingin mereka berdua turun. “… Apa…kita bisa?”
“…T..tidak tahu…”
“K.Ka..kalau begitu… Kita harus mencoba…” ajak diki sambil berusaha tersenyum.
“Ba..baik…”

* * *
“Oke selanjutnya.” Perintah pengawas. Sekarang giliran Zimi, Zimi mulai berlari melintasi lapangan penuh dengan ranjau. Tiga kali ranjau meledak karena Zimi menekan pemicunya. Untunglah ia selamat. Setelah itu, ia berada di jembatan yang dibawahnya sudah menunggu hewan Chimera. Jembatan itu sangat sempit, namun Zimi berhasil melewatinya walau ia hampir terjatuh. Selanjutnya adalah rintangan serangan Gun Turret. Senjata itu terus menembaki Zimi, Zimi bersembunyi, Lalu ia mengeluarkan busurnya. Ia mengarahkan anak panahnya menuju Gun turret itu. dan, DHUAARR. Gun turret itu meledak. Zimi berlari meninggalkan rintangan itu menuju rintangan terakhir, rintangan yang disebut dengan Trap of Pain. Ia harus berlari melewati rintangan ini tanpa terluka. Karena banyak sekali jebakan yang harus ia lewati. Namun, hanya butuh waktu lima menit untuk melewati Jebakan itu. setelah ia melewati rintangan itu, ia dinyatakan berhasil.
“Hebat Zimi!” Teriakku. Ia tertawa sambil mengangkat tangannya.
“Kau juga harus bisa Diki!” Teriaknya.
“Ok, sekarang yang terakhir.” Perintah pengawas itu. Diki mulai berlari menuju lapangan yang penuh dengan ranjau, Diki berhasil melewatinya walau ia terluka saat ia hampir keluar lapangan tersebut karena ia menekan ranjau. Tidak membuang waktu, diki melaju ke rintangan jembatan. Diki berhasil melewatinya tanpa kesulitan yang berarti. Kemudian ia memasuki rintangan Gun Turret. Senjata itu menembakinya dengan membabi buta. Diki berhasil bersembunyi di batu yang berada di dekat pintu masuk rintangan Gun Turret. Ia mengeluarkan Pisaunya. Saatnya kubuktikan kekuatanku! Ia berlari menuju Gun Turret itu sambil terus menghindari tembakannya. Ia melompat dan dengan sekali tebasan pisau itu, Gun Turret hancur berkeping-keping. Diki terus berlari menuju Trap of Pain, hanya saja… diki mulai mengalami kesulitan, akibat dari ledakan ranjau, Diki mengalami Poison React yang menyebabkannya pusing, namun ia menahan efek itu dan berusaha melewati rintangan itu. Panah mulai ditembakkan, berhasil di lewati. Tombak muncul di tanah tempat Diki memijak, untunglah ia berhasil bergantung di besi yang ada di atasnya sesaat sebelum tombak itu muncul. Dan mulailah muncul dinding berduri yang mengejar Diki dari belakang. Diki melompat setelah tombak itu hilang dan berlari.
“Agh! Sial!”
Diki berlari, hanya beberapa kaki sebelum Dinding itu menyentuh Diki. Untunglah Diki lebih dulu sampai di pintu keluar rintangan. Diki hampir saja pingsan. Para healer mulai menyembuhkan Diki dari efek Poison React.
“Masterdiki, setelah melihatmu di testing ini, kau dinyatakan berhasil lolos di ujian berikutnya. Selamat.” Kata seorang pengawas. Diki tersenyum lega. Namun, tetap saja Diki murung. Coba saja aku secepat Zimi, mungkin aku takkan selelah ini.
“Selamat Diki!” Teriak Zimi sambil berlari ke arahku.
“Ya… selamat juga!”
“kenapa? Kok murung?”
“Coba aku secepat kau… mungkin aku bisa lolos dari Poison react dan jebakan rintangan terakhir”
“Tapi, seranganmu di Gun Turret itu hebat sekali! Hanya menggunakan pisau. Tahukah kau? Aku menggunakan Explosive Arrow hanya untuk menghancurkannya.”
“Heh? Tapi kan Gun Turret itu lemah…”
“Lemah Kepalamu! Dengan armor yang melindunginya dan Barrier. Kau gila! Namun kau hanya menebasnya dengan pisau. Kau hebat Diki!”
“Aku tak tahu kalau Gun Turret seperti itu.”
“Mangkanya lihat yang betul!”
Diki menoleh ke arah rintangan Gun Turret. Ia terbelalak tak percaya. Gun Turret itu memiliki armor sebesar tiga inci dan dilindungi oleh Barrier yang terletak di atasnya. Namun Gun Turret itu hancur. Apa itu kekuatanku?
“Ayo, Test belum selesai!” ajak Zimi. Diki mengangguk lalu berangkat menuju lapangan berikutnya.

* * *
“Baiklah! Ayo kita latihan sebelum testing diki!” Ajak Zimi.
“Kau yakin? Aku kan penyerang jarak dekat!”
“Jangan meremehkan kemampuan pemanah ya?!”
“Ok!”
Diki mengambil pisau yang ada di kantongnya. Zimi pun mulai menyiapkan busurnya. “Kau akan kalah Zimi!” Teriak Diki. Zimi hanya tersenyum. Diki mulai berlari mendekati Zimi. Dia mengeluarkan jurus Blue Thrust, namun seketika Zimi melompat ke udara dan melancarkan RainStorm.
“HEAAAH!!!” Teriak Diki bersemangat, ia menangkis panah-panah yang jatuh menghujani dirinya. Namun, tak sadar, sebuah panah sudah ditembakkan Zimi. Untunglah Diki cepat merespon sehingga ia berhasil mengelak. Zimi terperangah. Diki mendekati Zimi namun Zimi melancarkan Explosive Arrow.
DHUARRR!
Asap hitam menutupi di sekeliling Zimi. Saat kabut itu menghilang, Diki tak tampak lagi. “Diki! Di mana kau?” teriak Zimi. Saat ia menoleh ke belakang, ujung mata pisau ada di depan wajahnya.
“AAA!”
“Jangan merasa kasihan pada lawan, Zimi. Walau ia temanmu, tapi kalau dia menjadi lawan tandingmu, lawan latihanmu, atau malah benar-benar menjadi musuhmu. Ok?”
“… benar… hebat kau Diki! Kau bisa mengalahkan kecepatanku!” Puji Zimi. Diki hanya tersenyum lalu terduduk lemas. “Kau kenapa Diki?”
“Hah…Hah… aku lelah sekali. Aku sebenarnya mengaktifkan skill Angel boot untuk memepercepat langkahku.”
“sebentar!” perintah Zimi sambil memeriksa tasnya. Ia mengambil potion kuning. “Minumlah, kau akan merasa lebih baik.”
Diki mengambil potion yang disodorkan oleh Zimi. Setelah menegaknya, Diki merasa lebih baik. Sesaat kemudian, Bel kembali berbunyi tanda test kedua akan segera dimulai.
“Selamat kepada para finalis. Test kedua adalah test untuk menentukan siapa yang memang benar-benar pantas menjadi prajurit Xianist! Ayo berjuang para calon Xianist!” semangat pengawas yang berada di podium. Kami berteriak semangat.
“Test kedua cukup mudah, kalian akan di pertandingkan satu sama lain. Jangan merasa seperti teman makan teman. Siapapun yang menunjukkan kemampuannya dan daya tahan perang yang tinggi, dia akan menjadi Xianist. Yang menang belum tentu menjadi Xianist dan yang kalah belum tentu gagal dalam test ini. Bersiaplah, lalu masuk ke dalam arena di ruangan sebelah!”
“Bagus! Ayo kita masuk ke dalam arena sebelah Zimi! Aku sudah siap!” Ajak Diki bersemangat.
“Sabar teman, kita harus mempersiapkan secermat mungkin. Ambillah beberapa potion merah ini untuk jaga-jaga. Karena kau bukan seorang pemanah, kau tak perlu mempersiapkan panah. Tapi, aku butuh. Jadi bersabarlah!” Kata Zimi seperti menceramahi.
“Iya…”
Lima menit kemudian…
“Ayo Diki…” ajak Zimi. “heh? Diki? Kau dimana?” Tanya Zimi kebingungan.
Zzzzzz
Zimi menoleh ke arah suara itu. Itu adalah suara Diki. “Diki! Bangun!”
“Umm… kau menganggu saja Zimi.”
“Udah! AYO!” Teriak Zimi sambil menarik Diki menuju ruangan sebelah. Sesampainya di sana, Zimi terbelalak heran. Diki baru saja bangun dari tidurnya.
“Wow… Ini. Arena pertempuran pertempuran visualisator. Ini adalah arena pertempuran yang hebat!”
“Uhh… memangnya itu apaan sih?” Tanya Diki setelah sadar.
“Visualisator ini membuat para pertarung seperti bertarung di medan asli!”
“terus?”
“kemampuan pertarunganmu betul-betul tergantung dengan cuaca Visualisator. Apabila gempa, ya gempa. Dan begitu seterusnya.”
“Waw!”
Lalu, seorang pengawas mendekati kami sambil memberikan dua lembar kertas. “Tolong isi, karena test akan segera dimulai.” Lalu pengawas itu pergi. Diki dan Zimi melihat kertas tersebut.
“Ayo diisi.” Ajakku. Mereka berdua mulai mengisi lembar tersebut.
“Diki..”
“hmmm…”
“Kok isinya pertanyaannya aneh ya?”
“Ahh.. biar saja. Yang penting isi.”
“Oh..”
Mereka berdua selesai mengisi kertas tersebut. Lalu, pengawas tersebut datang kembali. “apa kalian telah mengisi lembar formulir itu?”
“Yup!” jawab mereka berdua serentak. Pengawas tersebut mengambil kertas itu lalu pergi. “Oh iya, kalian harus menunggu di arena. Sebentar lagi mungkin giliran kalian.”
Mereka berdua mengangguk lalu berlari menuju arena pertempuran. “Kepada Diki dan Gumy, diharap masuk ke dalam arena.”
“Ah Diki, itu giliranmu!” Seru Zimi.
“wew… Tak kukira akan secepat ini. Aku jadi gugup.”
“Ayolah! Kau pasti bisa!”
“….” Diki hanya terdiam dan masuk ke dalam arena sesaat setelah mereka berdua sampai di depan arena tersebut.
“Berjuanglah Diki!” Teriak Zimi menyemangati Diki.
“Kepada para petarung, harap bersiap!”
Diki melihat seseorang berjubah hitam dengan tongkat di belakang punggungnya. Sepertinya ia seorang penyihir…
“Bersiap…”
Diki mengambil pisau yang ada di kantongnya. Orang berjubah hitam yang bernama Gumy pun juga mengambil tongkatnya.
“Mulai!”
Area di sekitar mereka berdua berubah menjadi padang rumput hijau. Diki terperangah dengan perubahan di sekitarnya. Seolah-olah ia memang berada di tempat itu. Gumy, yang memperhatikan Diki tak membuang waktu, ia mengeluarkan Flameball ke arah Diki.
DHUARR!
Diki terpental jauh karena serangan tersebut.
“A…aduh…”
“kau seharusnya sudah tahu tentang ini kan?”
“heh?” Diki berdiri sambil menahan perih di tubuhnya.
“Kau harusnya tahu tentang peraturan ini. Setelah arena berubah, para petarung diperbolehkan saling menyerang.”
Diki hanya menunduk. Kok aku lupa ya? Bodoh! Tidak, aku tak boleh membuang waktu juga! Seketika Diki menghilang dari hadapan Gumy. Gumy hanya memandang di sekitar. Ia bersiaga. Di depan? Tidak. Di kiri? Tidak. Kanan? Tidak, atas? Tidak, bawah? Tidak mungkin, berarti di belakang! Ia menoleh ke belakang. Namun yang ia lihat hanya padang hijau. Kemana dia? Namun, suara teriakan terdengar dari samping kiri Gumy. “Knife Wing!” sebilah pisau langsung mengarah ke arah Gumy. Dengan reflex, Gumy mengaktifkan Barrier untuk menahan serangan itu.
Bukan! Itu hanya pengecoh! Dia… Gumy menoleh ke belakang dan ia melihat sosok Diki.
“Dragon Fan Kick Attack!” mulailah Diki melancarkan serangan tangan kosongnya. Gumy hampir tak dapat menangkis serangan tersebut, serangan itu begitu cepat. Setelah beberapa tendangan dan pukulan, Diki melancarkan serangan penutup. “HEAAAH!” Gumy terpental jauh ke belakang.
“hah..hah…” Diki tersengal-sengal. Gumy bangkit dengan susah payah. Ia tersenyum dan mengangkat tongkatnya. “THUNDAGA!” tiba-tiba langit menjadi mendung dan mulai hujan.
“T…Thundaga?! Kekuatan Triangle of Thunder!” Diki tersentak kaget.
“Tentu! Aku adalah penyihir dengan tanda kelahiran petir. Kau akan kalah!”
S..sial! kalau begini caranya… tidak! Aku tak boleh menyerah! Sebelum tanda kalah muncul, aku harus berusaha! Pikir Diki. Diki kembali membangun serangan, namun, petir mulai menyambar. Diki berhasil menghindari serangan petir itu. Sial! Diki kembali berlari menuju Gumy. Gumy punmelancarkan serangan petir tersebut. Berkali-kali petir itu menyambar Diki, untunglah ia berhasil meloloskan diri dari sambaran tersebut.
Tidak bisa! Kalau begini caranya… tak ada cara lain! “ANGEL BOOTS!”
Diki menghilang. Gumy mulai bersiaga di tempat ia berdiri. Kemana ia sekarang?
“Di belakang” Teriak seseorang di belakang Gumy, Gumy menoleh, Ia melihat Diki berada di belakangnya. “Blue Thru..” namun terlambat, Petir lebih dahulu menyambar Diki.
“UWAAAA!!!!!”
Diki terjerembab tak sadarkan diri. Gumy hanya terdiam di tempat ia berdiri. Aku menang? Oh iya, aku kan masih menggunakan Barrier ya… Ingat Gumy.
“Selamat Kepada Gumy!” Suara menggema di padang rumput tersebut, lalu area itu kembali menjadi ruangan tempat berkumpul para finalis. Gumy turun dari arena sedang Diki di gotong oleh beberapa orang dengan Zimi keluar arena.
“Ugh… lawanmu memang sulit Diki…” keluh Zimi.

* * *

Satu jam kemudian…
Diki tersadar dari pingsannya. “Au…au au…”
“Hei, kau sudah bangun Diki?” Tanya Zimi.
“uh-huh. Kau, bagaimana?”
“Aku berhasil lolos menjadi prajurit.”
“heh? Hasilnya sudah keluar?!” Teriak Diki.
“Hei, jangan teriak di dekat kupingku tahu!”
“Maaf. Jadi sudah keluar?”
Zimi menunjuk ke kerumunan orang di depannya. “itu..” Tiba-tiba Diki berlari ke arah kerumunan tersebut. Di sana terpampang kertas berisi siapa yang lulus test. Ia melihat kertas tersebut mencari namanya terpampang di kertas tersebut.
Lima belas menit, belum nampak…
Satu jam, belum juga. Padahal orang mulai sepi.
Tinggal satu halaman lagi… walau kurasa tidak mungkin… pikir Diki. Ia melihatnya. Hampir ia putus asa, namun di ujung kertas itu ia melihat cahaya terang. “A..Aku lulus. YIHAAA!!!” Diki menjerit sejadi-jadinya namun berhenti karena ia mulai kesakitan. “au..au…au…”
“mangkanya… jangan kegirangan terus.”
“iya.. iya.” Lalu sesosok bayangan muncul. Diki kenal bayangan itu, Gumy?! Diki terkejut.
“Ah, kau pasti Diki yang ku lawan ya?” Tanya Gumy.
“I..iya..”
“Ah, aku minta maaf karena aku terlalu bernafsu dalam pertarungan itu.”
“Tidak apa. Terima kasih ssudah mengkhawatirkanku.”
Zimi melihat orang tersebut dan bertanya, “Siapa kau?”
“Oh, maafkan aku. Namaku Gumy, BubbleGumy. Aku juga lolos dalam test ini.”
“Namaku Zimi, lebih dikenal dengan MrZimi.” Kenal Zimi.
“Aku Diki, nama lainku Masterdiki.” Lanjut Diki.
“mohon kerja samanya.” Kata gumy.
“Tentu. Mohon kerja samanya juga.” Jawab Diki dan Zimi serentak.
Mulai dari saat ini, Diki, Zimi, dan Gumy mulai menjalani kehidupannya sebagai para Xianist. Dan takdir mereka bertiga dimulai dari sekarang…

Next: Act 2


Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Supported by Doocu.Com - Free PDF upload and share